SERBA SERBI

apa saja

Tuesday, May 6, 2008

Dunia Anak Tempo Dulu :BOY-BOY an


Ingat masa kecil? Mainan (dolanan) anak tempo dulu-jaman kita beda kan dengan anak2 jaman sekarang yang sudah terkontaminasi dengan modernitas yang kadang mengesampingkan nilai "kerjasama" antar anak.


Saya hanya mencoba mengingat kembali salah satu permainan anak2 tempo dulu yang kalau di tempat saya lahir (Purworejo-jateng) kami menyebutnya "BOY-BOY an".

Pokok Permainannya sebagai berikut :


- Jenis Permainan : Beregu, dibagi dalam 2 (dua) kelompok/regu-masing2 regu jumlahnya anaknya bisa berapapun.


- Alat bantu : 1. Bola Kecil, yang biasa kami gunakan adalah bola tenis bekas.

2. Pecahan Genting ( di jawa disebut "kreweng") ukuran sedang berjumlah 10.



- Cara main :



Pertama-tama di masing-masing regu dipilih ketua regunya untuk melakukan "suit"/"pingsut" atau mengundi regu mana dulu yang pertama bermain. Setelah diputuskan regu mana yang pertama bermain maka "kreweng2" tadi disusun bertingkat secara rapi agar tidak ambruk. Selanjutnya dibuat garis jarak sekitar 7m dari susunan kreweng tersebut.


Regu yang "bermain" membawa bola dan mengambil tempat di garis jarak, sedangkan regu yang "berjaga" mengambil tempat di sekitar tumpukan kreweng.


Secara bergilir masing2 anggota regu yang bermain mengarahkan bola ke tumpukan kreweng tersebut (seperti main "bowling") sampai bola mengenai tumpukan tersebut, lebih bagus bila tumpukan itu tidak seluruhnya runtuh karena dikelanjutan permainan ini regu bermain lah yang nantinya menyusun kembali tumpukan itu. Tapi ingat gelindingan bola salah satu anggota regu bermain ini harus dapat mengenai tumpukan itu, karena jika sampai semua anggota regu tidak dapat "meruntuhkan" tumpukan tersebut maka regu tersebut dianggap kalah dan regu lawanlah yang menggantikan posisi bermainnya.


Setelah gelindingan bola salah satu anggota regu bermain dapat mengenai dan meruntuhkan tumpukan, maka seluruh regu bermain segera berpencar menghindari "tembakan" bola regu penjaga. Regu Penjaga memang bertugas "menghabisi" para anggota regu bermain dengan lemparan bola ke bagian badan anggota regu bermaian. TAPI anggota regu penjaga tidak boleh mengejar anggota regu lawan saat akan "menembak". Untuk mendekati "sasaran tembaknya" kerjasama antar anggota regu penjaga sangat dibutuhkan karena bola harus di "oper"/"saling oper" ke kawan yang lebih dekat ke sasaran (ketrampilan menangkap bola sangat diperlukan).


Apa sih target regu penjaga untuk menang? Tentu saja regu penjaga harus dapat "menembak" seluruh anggota regu bermaian, jangan sampai mereka dapat menyusun kembali "reruntuhan" kreweng tersebut. Tentu saja regu penjaga harus berkonsentrasi, jangan mudah terpancing untuk terus mengejar salah satu lawan yang makin jauh, sedangkan anggota regu lawan yang lain dengan bebas menyusun kreweng2 tersebut. Harus pintar2.


Sedangkan target regu "bermain" untuk menang? So pasti mereka harus menyelesaikan tugas menyusun kembali reruntuhan kreweng sampai berdiri kembali dan jumlahnya tidak berkurang, jangan sampai tugas belum selesai seluruh anggota "tertembak mati" oleh regu penjaga. Maka harus hati2 dan pintar mencari saat yang tepat untuk menyusun kreweng, dan kerjasama harus dilakukan. Ada yang memancing penjaga menjauh ada yang siap menyusun, bahkan kadang pengorbanan diperlukan. Contohnya yang dulu saya pernah lakukan, ketika penjaga sedang serius mengincar teman Saya, secepat mungkin Saya menyusun kreweng itu, ketika kreweng tinggal tersisa 2 (dua) keping ternyata penjaga sudah mengoper bola kearah rekannya yang terdekat dengan Saya, bisa saja sih Saya lari namun Saya nekad terus memasang 1 keping lagi dan hanya tersisa 1 lagi saat,.. bluk! bola mengenai punggung Saya yang asyik jongkok, "mati"lah Saya. Tapi itulah pengorbanan, Saya "mati" tapi teman2 yang lain tugasnya tambah ringan.



Akhir Permainan/ kemenangan



Untuk regu " bermain" : Saat anggota regu/ sisa2 anggota regu dapat menyusun kembali reruntuhan itu tanpa "tertembak". Tapi ingat susunan itu harus di hitung kembali dan harus yakin berjumlah seperti semula, 10 misalnya. Setelah semuanya yakin maka sisa2 anggota regu bermain berteriak : "BOOOOOYYYYYYY!!!!!!!, dan regu penjaga mengakui kemenangan regu"bermain". dan mereka kembali menjadi regu penjaga lagi....haha...ha...Puas banget deh kalau bisa mempecundangi regu penjaga. Saya kurang tahu mengapa dulu kata "BOY" yang diteriakkan untuk merayakan kemenangan. Gak masalah itu bisa saja di ganti YEL2 lain.




Untuk regu Penjaga : Tentu saja saat mereka bisa "menghabisi" seluruh anggota regu "bermain" sebulum mereka dapat menyusun kembali kreweng2 tersebut. Dan mereka dapat menggantikan "posisi" regu lawan mereka untuk menunjukkan kebolehan sebagi regu "bermain".


Asyik kan? bisa dimainkan bersama, melatih kerjasama dan tentu saja murah. Ada baiknya kita ajarkan ke anak2 kita. Atau untuk guru olah raga SD/TK bisa memanfaatkannya sebagai hiburan buat anak yang cukup mendidik.





inget masa kecil memang lucu...


Bekasi, 05 Mei 2007



Rumahweb

Sok Ngamatin : Film Indonesia bertema "Silat Tradisional" belum ikut bangkit.

Memang kita akui sejak meledaknya film "Ada Apa Dengan Cinta" (AADC) yang dibintangi si ayu Dian Sastrowardoyo, film Indonesia mulai menggeliat dari tidur panjangnya. Sejak suksesnya film itu meski boleh saja dibilang "latah", layar lebar mulai bersahabat dengan film-film buatan anak negeri setelah sekian lama dijajah film-film import yang sebenarnya sih nggak selalu bagus. Meski boleh dibilang ikutan trend, tapi paling tidak kepercayaan diri para sineas Indonesia terusik dan berani ber-eksplorasi untuk membuat karya film yang mampu mengobati dahaga pribumi untuk bisa melihat karya-karya yang lumayan untuk ditonton dan bikinan sineas dalam negeri.

Dari sekian film Indonesia yang lumayan sukses "tema"nya masih cenderung mengekor kesuksesan pendahulunya. Dari tema cinta remaja dalam AADC yang kemudian diikuti tema cinta dan remaja lain seperti "Eifel Im in Love", "30 hari mencari cinta", "heart", "Alexandria" dan lainnya meski gak melulu tentang remaja, tapi "cinta"nya masih kental. Tema budaya dan sejarah juga ada seperti Soe Hok Gie, Loe Fen Koi, dan sepertinya ada lagi (nggak hapal). Komedi juga jelas ada, seperti Janji Joni dan yang terbaru Naga Bonar Jadi 2. Horor apalagi, udah banyak yang lumayan laku (orang Indonesia lagi suka takhyul kali) seperti sejak larisnya film Jelangkung yang diikuti "Tusuk Jelangkung", "Lentera Merah", "Kuntilanak", "Suster Ngesot", "Mirror", "Terowongan Casablanca" dan banyak lagi (maaf Saya nggak mengurutkannya dari yang terlama ke terbaru-nggak hapal juga).

Nah, ada tema yang sepertinya belum terpikirkan atau sulit membuat yang bagus bahkan mungkin para sineas kurang berminat untuk itu. Misalnya seperti tema "seks", "Action", dan "Silat Tradisional", padahal menurut Saya Indonesia masih berselera untuk menonton film dengan tema itu. Tentu saja harapannya adalah agar dibuat dengan lebih bagus dan bermutu. Film bertema seks dan action mungkin sudah ada ya (Saya pernah lihat meski nggak hapal judulnya, seperti film yang dibintangi Cornelia Agatha yang temanya lebih cenderung ke seks. Untuk action contohnya "Ekspedis Madewa").

Tapi untuk film yang bertema silat tradisional sepertinya belum ada tuh. Terus terang kita kangen lho menonton film silat tradisional, apalagi yang berhubungan dengan sejarah, kan bisa belajar sejarah kuno sekalian nonton serunya adegan silat khas Indonesia. Film silat tradisional seperti yang dulu dibintangi Barry Prima (kalo nggak salah lihat dia malah berperan jadi bencong di Film apa ya..."Cinta dan Rock'nroll kalo nggak salah ) dan Advent Bangun kadang ngangenin juga, jadi ingat jaman layar tancep, apalagi kadang dibumbui adegan seks yang nggak vulgar...he..he. Memang sih beberapa sineas telah membuat format tersebut namun sebatas dalam sinetron yang terus terang agak "asal" bikinnya karena kejar tayang dan pakem ceritanya malah "melenceng" jauh contohnya saja : "Misteri Gunung Merapi", "Jaka Tingkir", "Jaka Tarub" dan "Anglingdarma".

Ada baiknya sih perlu dilirik untuk membuat film dengan tema silat tradisional ini, tentu saja dibuat dengan format yang menarik dan memikat, jauh melebihi film film silat kita yang lama. Masa iya kalau "Jet Li" bisa sukses dengan "Kungfu Master" nya, Indonesia tidak?

Sekedar usul saja sih, kali aja kita bisa lihat film bertema ciaaat!... ala Indonesia yang digarap dengan format baru. Tekhnologi kan sudah maju...

Buat mengenang masa lalu saja nih, majang filmnya Barry Prima tahun 80'an koleksinya bung Emanfals di Youtube.


Internet-an : "Just one email/ID account? Maybe no.

Cuma punya satu alamat email/ID massenger/account? kayaknya nggak mungkin deh....
Apalagi kalau sudah berkaitan dengan massenger-nya. Emang sih ada sedikit orang yang hanya menggunakan satu ID. Terus baiknya bagaimana?
Netter pada dasarnya adalah seorang pribadi yang mempunyai berbagai keinginan dan obsesi di dunia maya. Fakta bahwa satu orang dengan berbagai account email/massenger mungkin lazim. Banyak faktor yang melatarbelakanginya, mungkin kita ingin agar nama asli kita tidak diketahui dengan berbagai alasan, membuat sebuah email khusus untuk kepentingan khusus-bisnis misalnya, atau selalu menemukan ID yang selalu lebih cocok dan asik daripada yang lama (dalam massenger), dan lain-lain.
Mungkin sangat jarang seseorang membuat email account yang sesuai dengan nama aslinya, apalagi yang ingin menjadikan email itu sebagai acces ke berbagai komunitas sesuai obsesi nyata dan mayanya. Nama asli mungkin dipakai untuk komunitas atau kepentingan yang benar benar ia kenal, diyakini dan tentu saja aman. Misalnya untuk berinteraksi dengan rekan kantor, relasi atau rekan-rekan almamater. Pokoknya yang formal-formal lah.
Untuk bisnis mungkin lain lagi, mungkin ada yang berpandangan account email dengan nama asli kurang hoki, terus bikin nama yang lebih "greng" atau komersil. Yang ini saja mungkin tidak cukup sekali kita ganti ID/account karena sering terjadi kita menemukan nama yang terlihat selalu lebih bagus dari yang lama.
Ada beberapa yang terpaksa mengganti emailnya karena bosan dengan group mailing listnya yang ternyata kirimannya telah memenuhi inboxnya sampai berjubel dan malas untuk menonaktifkan keanggotaannya, apalagi jika dari group mailing list itu "spam" nya ikut-ikutan nimbrung.
Yang paling sering adalah adalah alamat email yang juga sebagai alamat massenger (seperti di yahoo misalnya). Dalam jiwa seorang netter pasti mempunyai sebuah obsesi yang kadang ingin beda/tidak ia dapatkan di dunia nyata. Jadi ia menggunak ID khusus. Sah-sah saja kok, masa iya chatter yang ingin ber-obsesi mesra2an dengan lawannya (sexchat-lah kasarnya) pake nama asli?
Nah inilah yang kadang membuat seorang netter tidak hanya mempunyai satu ID/account, karena kepentingan/keinginan/obsesinya selalu berubah.
Sebagai contoh saja, atau mungkin kita sendiri yang menjalankannya ya seperti di bawah ini :
Seorang cewek dengan nama asli Rosiana Bachtiar, dikantornya ia mempunyai account formal rosiana_bachtiar@telkomsel.co.id. (nggak usah di klik..wong cuma contoh kok!). Dia juga punya bisnis souvenir dan membuat email account souvenir_kita@yahoo.co.id. Dalam sebuah komunitas pecinta film email dia adalah rosi_twentyone@yahoo.co.id. Obsesinya sebagai gadis normal yang jomblo dan butuh interaksi ia suka juga chatting bebas, mesra-mesraan, bahkan sekschat dengan ID rose_love_u@yahoo.com, rose_sepi@yahoo.com, atau rose_cute@yahoo.com (sekali lagi, jangan di klik! cuma contoh!).
Puyeng nggak? wajar saja karena banyaknya fasilitas gratis yang disediakan, kita jadi lebih mudah ber"eksperimen" dengan identitas-identitas itu, meski kadang karena saking banyaknya jadi nggak keurus (lupa ID atau password sering terjadi).
So? kalau bisa sih sebaiknya jangan terlalu banyak bereksperimen dengan banyaknya account yang kadang bikin repot "ngerawat"nya. Tapi kalau memang suka atau masih ingin agar ID tersbut tetap "eksis", sebaiknya punya catatan khusus yang berisi tentang account dan "kekhususannya", supaya nggak terbengkalai. Terus password sih sebaiknya cukup satu untuk semua account.
Semuanya sah-sah saja tergantung kitanya.

Sekedar komentar : " Lulus sekolah = corat coret seragam? = KAMPUNGAN!

Pengumuman kelulusan sekolah yang sekian lama dinanti mulai tiba. Meski tidak serentak namun geliat respon terhadap hal itu mulai terasa. Gelisah, gembira, sedih, dan ramainya selebrasi mewarnai hajatan depdiknas ini. Tahun ini mungkin lebih special karena mungkin standar kelulusan dengan sistem Ujian Nasional (UN) di rasakan berat oleh siswa-siswa sekarang (padahal sih, kebangetan kalo dengan standar itu tetep saja nggak lulus. Bukannya setuju dengan sistem kelulusan saat ini, namun menurut Saya standar yang ditetapkan cukup ringan kok, anak-anaknya saja yang saat ini susah banget kalo yang namanya belajar dengan rajin).

Saya tak akan membahas lebih jauh tentang Ujian Nasional, namun lebih fokus pada "budaya"- kalo boleh Saya sebut- warisan dari pendahulu berupa mencorat coret baju seragam yang katanya sebagai kenang-kenangan, padahal Saya yakin tidak sampai 10% nya yang menyimpan seragamnya yang telah diisi coretan-coretan "gang"nya itu sebagai kenangan, paling paling dijadiin kain lap di rumah.

Tidakkah lebih baik dan berkesan jika, kebiasaan ini di ganti dengan corat coret di buku kenangan masing masing? Atau seperti yang dilakukan siswa/i di salah satu SMU di Jawa Timur baru baru ini, mereka mengumpulkan baju baju seragam mereka untuk disumbangkan kepada anak tidak mampu.

Bukannya tidak menghargai mereka-mereka yang merayakan kelulusannya dengan mencoret seragamnya, atau dengan pawai motor keliling kota, Saya tahu mungkin memang mereka menikmati itu dan mendapatkan kepuasan tersendiri. Namun Saya yakin merekapun sebenarnya tahu bahwa hajatan mereka itu sering mengganggu ketertiban umum. Teriakan2 mereka kadang terdengar berisik, cara mengendarai motor mereka sangat membahayakan pengguna jalan yang lain. Apalagi jika mereka kebablasan merayakannya dengan melibatkan "minuman keras" sebagai sebuah kebanggaan aneh.

Mungkin menurut adik adik siswa terasa aneh jika Saya menyarankan pula agar merayakan kelulusan mereka dengan membersihkan selokan selokan? Mungkin berisiknya mereka bisa ditolerir jika berisik karena membersihkan selokan atau gerakan bersih sampah. Capeee...deh! itu yang mungkin keluar dari mulut mereka.

Apalagi bila Saya menyarankan agar mereka menyisihkan uang saku mereka untuk beramai-ramai mengunjungi panti asuhan, memberikan sumbangan ala kadarnya untuk Saudara-saudaranya yang tidak seberuntung mereka. Capeee ....deh! itu lagi mungkin tanggapannya.

Terus gimana lagi dong? Yang penting banyak saran yang sudah diberikan. Jika hal "kuno" itu yang tetap mereka lakukan, jangan salahkan siapa siapa jika mereka mendapat "pelajaran" dari kemarahan masyarakat, atau terpaksa diciduk aparat. Atau kalau mereka sedikit punya hati dan kesetiakawanan, tidakkah mereka memikirkan perasaan kawan-kawannya yang tidak lulus? bukankah mereka sedang sensitif di saat-saat seperti ini, wartawan saja bisa jadi luapan emosi mereka.

Satu hal lagi yang perlu dipikirkan. Apalagi rencana mereka selanjutnya? sudah siapkah menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi? bisakah setidaknya ikut berpikir betapa puyengnya orang tua mereka memikirkan biaya dan masa depan mereka ditengah ironi bahwa APBN untuk biaya pendidikan dinaikkan oleh pemerintah namun sekolah makin menggila biayanya? Kadang cuma 'mbatin, mau jadi apa mereka nanti? yang begini nih penerus kita?

Embuh lah.




Sumber Foto : Pikiran Rakyat.

Friday, March 14, 2008

Cuap-cuap: "Salut Untuk pencipta harga tanaman hias"


Untuk sebuah Aglonema ada orang yang mau merogoh kocek hingga ratusan ribu bahkan lebih per daun? Anthurium bisa seharga puluhan juta? Padahal apaan sih, itu kan cuma tanaman, memang bagus, indah, segar, dan menikmatinya (mungkin) bisa me-refresh pikiran. Tapi apa iya harganya sebanding? Bukan bermaksud mengejek para penggemar tanaman hias sih. Kita memang nggak tahu apa yang membuat harga2 tanaman hias itu selangit. Fokus Saya kalo ini bukan pada logis nggak logisnya harga tanaman itu, tapi lebih cenderung ingin memberikan ucapan salut pada para pebisnis tanaman hias yang mampu membuat image yang begitu hebat pada "daun2" itu, hingga tercipta harga yang gila2an. Hebat, hebat....strategi pemasaran yang hebat. Lebih salut lagi jika mereka bisa mempertahankan harga itu, pasti akan menambah peluang penghasilan bagi orang Indonesia. Jangan hanya harga melangit saat trend saja, tapi saat titik jenuh harga jadi anjlok dan tanaman2 hias yang saat ini jadi idola itu hanya menjadi serumpunan daun yang tak ada harganya. (pic from tropiccalfloradotcom)

Cuap2 : MLM Vs Mental Tempe Orang Indonesia

Terus terang bisnis/sistem MLM (Multi Level Marketing), jika murni, sangat ideal untuk Indonesia yang padat penduduknya. Namun kenapa pergerakannya lambat? Bahkan seorang distributor/member MLM sangat sulit merekrut distributor baru yang betul2 serius, paling tidak seperti dia.
Pdahal bayangkan saja jika semua produk dipasarkan dengan sistem MLM. Berapa banyak biaya pemasaran yang bisa dipangkas, dan lagi begitu banyak rakyat Indonesia yang dapat terbantu ekonominya dengan menikmati keuntungan sebagai distributor dari barang/produk atau pendapatan jaringan.
Lambatnya pertumbuhan bisnis MLM di Indonesia mungkin disebabkan "mental"rakyat Indonesia yang belum sadar untuk itu. Jika di rinci mungkin begitu banyak penyebab lambatnya/gagalnya perkembangan MLM di Indonesia terutama jika dikaitkan dengan mental rakyat Indonesia yang sebagian besar masih "lembek":

- Orang Indonesia terlalu cepat puas atas apa yang didapatnya.
- Pemahaman, kesadaran, dan kepercayaan ber-MLM di Indonesia masih sangat rendah, ditambah lagi dengan adanya penipuan2 berkedok MLM yang membuat MLM dianggap negatif/dicurigai.
- Orang Indonesia masih cenderung menyukai barang murah tanpa membandingkan dengan mutunya. Sehingga saat ditawarkan produk2 dari MLM merasa itu terlalu mahal. Padahal Kalau mau berpikir jeli, produk2 itu lebih bermutu dan lebih ekonomis dari barang murah/mahal yang selama ini ia pakai.
- Rasa gengsi yang besar jika terlibat dalam bisnis MLM.
- Mental dilayani lebih besar daripada keinginan untuk melayani.
- Rasa malu/minder saat ditolak, diejek saat mengajak rekan lain untuk bergabung.
- Trauma terhadap kegagalan2 yang pernah dialami.
- Mental Instan. Keinginan untuk mendapat hasil yang besar dengan cara yang mudah/cepat, membuat harapan yang terlalu banyak hingga saat menemui kebuntuan cepat menyerah dan bosan. Mental ini pula yang membuat mereka gampang tertipu oleh kejahatan2 berkedok MLM.
- Distributor yang terlalu bernapsu untuk mendapatkan prospek/anggota baru sehingga cara2 mereka merekrut terkesan membuat risih, bahkan mengganggu privacy orang lain.
- Orang Indonesia kadang merasa sudah pintar dan pandai sehingga jengah jika di ajak dengan cara yang biasa di lakukan distributor/perusahaan MLM selama ini, yang sering membuat presentasi/seminar yang membuat situasi seolah2 member adalah anak TK yang suka di ajak meneriakkan yel2 perusahaan, bahkan terkesan diajari.

dan masih banyak berbagai alasan yang membuat orang Indonesia enggan bergabung dalam bisnis MLM. Harapannya sih semoga tiap orang Indonesia sadar dan terbuka pikirannya akan bagusnya sistem bisnis MLM ini. Untuk mewujudkan itu semua mungkin perlu proses yang lumayan panjang. Semua perlu ber-introspeksi. Bagi perusahaan MLM sudahkah mengevaluasi sistem mereka atau membuat survey tentang kondisi mental dan budaya rakyat Indonesia? hingga di ketemukan cara mengajak yang paling efektif dan efisien.
Buat orang Indonesia sendiri mungkin sudah saatnya membuka mindset dan kesadaran ber MLM dengan rileks dan optimis. Mungkin suatu saat harus diciptakan suatu pendekatan/metode yang ada bukan perusahaan/distributor yang harus berjibaku mencari anggota baru, namun justru calon member lah yang mencari- cari dan antri untuk ikut bergabung dalam perusahaan MLM. Bisa?

Tuesday, March 4, 2008

Cuap2 : "Tambun", dilecehkan tapi tetap padat penghuni

Memang diakui bahwa selama ini pandangan orang tentang daerah Tambun, Bekasi cenderung sebelah mata. Bahkan mereka yang tinggal di sana kadang merasa malu/minder mengakui bahwa mereka tinggal di daerah itu.
Kenapa Sih? karena yang muncul di benak orang saat mendengar kata Tambun adalah daerah macet, kumuh, primitif, Kampungan/ndeso, banyak preman, banjir, jalan rusak dll. Padahal kalau mau mengakui juga, disamping perbaikan jalan yang mulai di lakukan, apa sih yang nggak ada di Tambun? Hampir semua ada lho. Dari Tol, stasiun, Mall/plasa, Bengkel Besar, Rumah Sakit dll, hampir semuanya ada lho. Tapi kenapa ya kesan semrawut dan kumuh belum bisa hilang? Terutama di sepanjang rel KA pasar Tambun. Angkotnya keterlaluan/kampungan, ngetem sembarangan dan membahayakan. Kalo nggak salah denger malah ada sopir angkot yang di tembak aparat karena ngetem sembarangan, terus dikasih tahu ngeyel. Nah itu mungkin yang membuat kesan Tambun nggak nyaman.
Mungkin ini PR buat Pem.Kab.Bekasi agar wilayah yang kalo nggak salah ditempati 30% warga bekasi ini (katanya nggak nyaman? tapi kok banyak yang tinggal disitu?) dapat berubah menjadi tempat yang rapi, asri, nyaman, dan aman untuk bermukim, suapaya yang tinggal di Tambun tidak malu/minder lagi mengakui dimana dia tinggal.